Syaikh Dr Saleh Al Fauzan hafidzahullah
Segala puji bagi Allah, sholawat dan salam atas Rasulullah.
Kita perlu mengetahui adab-adab yang disyariatkan sebelum sholat. Hal ini tidak lain karena sholat adalah ibadah yang agung sehingga perlu persiapan sebelumnya agar lebih sempurna dalam mengerjakannya.
Adab Berjalan Menuju Masjid
Hendaknya berjalan menuju masjid dengan sakiinah dan waqar (سكينة ووقار). Maksud dari sakinah adalah tuma’ninah dan pelan-pelan dalam berjalan. Adapun waqar maksudnya adalah tenang, tidak tergesa-gesa, menahan pandangan, merendahkan suara dan tidak banyak menoleh. Rasulullah bersabda, “Jika sholat telah ditegakkan – dalam lafadz yang lain: jika kalian mendengar iqomat [1]- maka berjalanlah dengan tenang, apa yang kamu dapati maka sholatlah, apa yang terlewat darimu maka sempurnakan.” [2]
Hendaknya datang ke masjid lebih awal agar mendapatkan takbiratul ihram bersama imam dan dapat mengikuti jama’ah sholat dari awal. Hendaknya juga memendekkan langkah agar semakin banyak pahala yang didapat. Rasulullah bersabda, “Jika salah seorang kalian berwudhu’ dengan memperbagus wudhu’nya lalu keluar menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk sholat maka tidaklah dia melangkah kecuali diangkat baginya satu derajat dan dihapuskan satu kesalahan darinya.” [3]
Saat Masuk Masjid
Masuklah masjid dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca [4],
بسم الله، أعوذ بالله العظيم وبوجهه الكريم وسلطانه القديم من الشيطان الرجيم، اللهم صل على محمد، اللهم اغفر لي ذنوبي، وافتح لي أبواب رحمتك
Saat keluar mendahulukan kaki kiri sambil membaca bacaan diatas dan mengganti “وافتح لي أبواب رحمتك” dengan “وافتح لي أبواب فضلك”. Yang demikian itu karena masjid adalah tempat rahmat dan diluar masjid adalah tempat mencari rizki yang mana dia adalah keutamaan dari Allah.
Saat di Masjid
Jika telah masuk masjid maka jangan duduk sampai sholat dua rekaat berdasarkan sabda Rasulullah, “Jika salah seorang kalian masuk masjid maka jangan duduk sampai sholat dua rekaat” [5]. Lalu setelah itu duduklah dengan tenang menungguh sholat dan sibukkan diri dengan dzikir, membaca al qur’an dan tinggalkan hal yang sia-sia seperti melakukan tasybik (mengayamkan/memasukkan jari-jari tangan satu dengan yang lainnya). Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah melarang tasybik bagi orang yang menunggu sholat. Beliau bersabda, “Jika salah seorang kalian di masjid maka jangan bertasybik, karena sesungguhnya tasybik dari setan” [6]. Adapun jika tidak menungguh waktu sholat maka tidak mengapa bertasybik karena Rasulullah pernah melakukannya [7].
Sesungguhnya seorang hamba berada dalam sholat selama ia menunggu untuk sholat [8] maka jangan sibuk dengan urusan dunia dan bicara yang tidak perlu.
Setelah Iqomat
Jika telah iqomat maka berdirilah saat muadzin mengucapkan “قد قامت الصلاة” karena Rasulullah pernah melakukannya. Jika berdiri sejak awal iqomat maka tidak mengapa. Yang demikian itu jika makmum melihat imam, jika tidak melihat imam maka hendaknya tidak berdiri sampai melihat imam.
Hendaknya bersemangat untuk mendapatkan shof pertama. Rasulullah bersabda, “Seandainya manusia mengetahui (pahala) pada panggilan(adzan) dan shof awal lalu tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan undian maka mereka akan mengundi” [9]. Beliau juga bersabda, “Sebaik-baik shof laki-laki adalah awalnya” [10]. Hendaknya juga bersemangat untuk dekat dengan Imam. Rasulullah bersabda, “Hendaknya semakin dekat dengan saya orang-orang yang dewasa dan memiliki ilmu” [11]. Adapun untuk perempuan yang paling afdhol adalah shof yang paling akhir bedasarkan sabda Rasulullah, “Sebaik-baik shof bagi perempuan adalah akhirnya” dan yang demikian itu lebih aman dari pandangan laki-laki.
Hendaknya Imam dan makmum memperhatikan lurus dan rapatnya shof. Rasulullah bersabda, “Luruskan shof kalian karena sesungguhnya kelurusan shof termasuk dari kesempurnaan sholat” [12]. Beliau juga bersabda, “Tegakkan shof kalian dan rapatkan” [13]. Merapatkan shof bukan berarti sampai berdesakan dengan yang disampingnya sehingga mengganggu dalam sholat.
Semoga Allah memberi taufik kita semua terhadap apa yang ia cintai dan ia ridhoi.
—
Diterjemahkan dan diringkas dari “Mulakhos Fiqhy” karya syaikh Dr Saleh al Fauzan hafidzahullah ta’ala.
Abu Zakariya Sutrisno (Riyadh, 4 Mei 2013)
Catatan:
[1] Diriwayatkan oleh Bukhari (636) dari Abu Hurairah.
[2] HR Bukhari (904), Muslim (602) dari Abu Hurairah.
[3] HR Bukhari (477), Muslim (649) dari Abu Hurairah.
[4] Lihat HR Muslim (713), Abu Dawud (465), Nasa’I (728), Ibnu Majah (772).
[5] HR Bukhari (1123), Muslim (714) dari hadits Abu Qotadah.
[6] HR Ahmad (11324), Ibnu Abi Syaibah (4824) dari hadits Abu Sa’id. Disebutkan juga oleh Haitsamy dalam Majmu’ Zawa’id (2/25) dan mengatakan “Sanad Ahmad hasan”.
[7] Hadits Abu Hurairah tentang kisah Dzulyadain, diriwayatkan oleh Bukhari (482).
[8] HR Bukhari (488), Muslim (649) dari hadits Abu Hurairah.
[9] HR Bukhari (615), Muslim (437) dari Abu Hurairah.
[10]HR Muslim (440) dari Abu Hurairah.
[11]HR Muslim (432).
[12]HR Bukhari (723), Muslim (433) dari hadits Anas.
[13]HR Muslim (719) dari hadits Anas.