Mentari dan rembulan silih berganti
Bersamanya. . . berlewat kesedihan dan kesusahan hati
Kebahagiaan dan suka cita pun berlalu hari
Melalui hidup dari merangkak hingga berlari
Usiaku telah muda kini . . .
Hingga hatiku mulai merindukan bidadari . . .
Namun, ku tahu . . .
Bidadari tak turun ke bumi
Maka aku pun bertanya . . .
Apa yang bisa aku cari?
Apa yang tersedia di bumi?
Sebagai tambatan yang menentramkan hati . . .
Hari-hari berlalu tak terasa seperti dulu lagi . . .
Semakin lama terdesak untuk segera mendapati
Berdetak semakin kencang jiwa ini . . .
Tapi, ada sebuah jawaban yang pasti . . .
Wanita sholehah itu adalah yang dinanti . .
Membahagiakan serta menetrami . . .
Tapi Aku ingat mereka bukanlah bidadari
Terkadang melapangi kadang pula membebani
Terkadang melayani kadang pula menjadi-jadi
Terkadang menghibur hati kadang pula menyakiti
Hmm . . .
Bisa jadi mereka lebih dari bidadari
Sebab ketundukan mereka pada perkara syar’i
Sebab syukur mereka atas rizki
Sebab sabar mereka atas tindakan suami
Sebab santun mereka yang menentramkan hati
Sebab kelembutan mereka yang menyejuki
Sebab keteguhan mereka menjaga kehormatan diri . . .
Merekalah wanita sholehah dari para istri
Mereka lebih dari bidadari . . .
Karena kesetiaan mereka menemani
Di dunia dan di syurga nanti . . .
Aamiiiiin
<Abu Ja’far al-Malanjy>