Bagaimana hukum perayaan maulid? Sebagian beralasan melakukan maulid untuk mengagungkan Nabi.
Jawab:
Setiap muslim wajib mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam karena beliau adalah rasul yang Allah utus untuk seluruh manusia. Pengagungan terhadap Nabi Muhammad adalah dengan mengimani risalah yang beliau bawa kemudian mengamalkannya. Diantara bentuk pengagungan tehadap Nabi juga adalah dengan ittiba’ (mengikuti) beliau dan tidak melakukan ibtida’ (mengada-ada dalam agama) dengan sesuatu yang beliau tidak syariatkan. Allah telah menyempurnakan agamaNya dan Nabi Muhammad telah menyampaikan seluruhnya pada umatnya. Allah berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku kepada kalian.” (QS. Al-Maa’idah: 3)
Adapun perayaan maulid tidak pernah Nabi Muhammad contohkan. Tidak boleh mengada-ada dalam agama dengan sesuatu yang Allah dan RasulNya tidak syariatkan. Bahkan perayaan maulid juga tidak pernah dicontohkan oleh generasi terbaik umat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabiin. Mereka adalah orang yang paling mencintai dan mengagungkan Nabi tetapi mereka tidak melakukan perayaan maulid. Para ulama’ menjelaskan bahwa perayaan maulid mulai diada-adakan pada zaman dinasti syi’ah Fathimiyah di Mesir (muncul abad ke-4 Hijriah).
Lajnah Da’imah (Dewan Fatwa Ulama Saudi) pernah ditanya tentang perayaan maulid dengan alasan pengagungan terhadap Nabi. Mereka pun menjawab dalam fatwanya:
احترام النبي صلى الله عليه وسلم وتكريمه إنما هو بالإيمان برسالته والعمل بما جاء به من عند الله، أما الاحتفال بمولده فبدعة محدثة، وقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Penghormatan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga pemuliaan padanya adalah dengan mengimani risalahnya dan mengamalkan apa yang dia bawa dari Allah. Adapun perayaan maulid maka adalah sesuatu yang diada-adakan. Telah tsabit dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa mengada-ada dalam urusan agama ini dengan sesuatu yang bukan darinya maka hal itu tertolak” (HR. Bukhari 2697 dan Muslim 1718)”. (Fatwa Lajnah Dai’imah, jilid 3, hal. 28, fatwa no. 4683)
Allahu A’lam.
—
Tanya Jawab WA Ukhuwahislamiah.com