KHUTBAH PERTAMA:
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا اللَّهُ أَكْبَرُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا اللَّهَ مُخْلِصِينَ له الدَّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اﷲ حَقَّ تُقَاتِه وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ( ال عمران : ١۰٢)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُواﷲَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اﷲَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (النساء : ١)
أَمَّا بَعْدُ :
Jama’ah Sholat Ied rahimani warahikumullah,
Pertama-tama marilah kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmatNya. Kita bersyukur meskipun di tengah wabah Corona seperti sekarang ini kita masih diberi Kesehatan dan dapat melaksanakan ibadah kurban dan juga sholat Iedhul Adha di bulan Dzulhijjah yang mulia ini. Mari kita bersyukur dengan sebenar-benarnya syukur, tidak sekedar ucapan di lisan saja tetapi bil qolbi wal lisaani wal jawaarih yaitu dengan hati, lisan dan juga dengan perbuatan badan yang berupa ibadah dan amal kebaikan yang lainnya. Tak lupa, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada panutan kita, kekasih kita, Nabi Muhammad, shalallahu ‘alaihi wassallam, kepada keluarga, para sahabat, serta pengikutnya sampai hari kiamat kelak.
Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar walillahilhamd
Jama’ah Sholat Ied yang semoga dirahmati oleh Allah,
Kita sekarang berada di hari yang begitu agung, yaitu hari raya Iedul Adha yang disebut juga hari raya kurban (yaum an nahr). Hari ini merupakan hari yang paling agung di sisi Allah, sebagaimana sabda Rasulullah:
أَعْظَمُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ اْلقِرِّ.
“Seutama-utama hari di sisi Allah ialah hari berkurban kemudian hari berikutnya.” (HR Abu Daud dan dishahihkan oleh al-Albani)
Hari ini begitu agung disisi Allah karena pada hari ini terkumpul berbagai macam amalan yang mulia mulai dari sholat Ied, ibadah kurban, haji dan lainnya. Menyembelih kurban bukan sekedar ritual tahunan yang berulang, melainkan di dalamnya terkandung pelajaran dan renungan yang sangat berharga. Diantara pelajaran dan renungan itu beberapa bisa kita kaitkan dengan wabah yang tengah kita alami saat ini. Melalui khutbah Ied ini khatib ingin menyampaikan secara ringkas empat (4) renungan terkait kurban: Pertama: syukur, Kedua: tawakal, Ketiga: kepedulian sesama dan,Keempat: Ketaqwaan.
Jamaa’ah rahimakumullah,
Renungan Pertama: Kurban Melatih Mensyukuri Nikmat
Dengan syariat kurban ini kita dilatih dan diuji oleh Allah mampu tidak kita mensyukuri nikmat Allah. Allah berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah. (QS Al Ashr: 1-2)
Dalam ayat ini Allah mengingatkan Nabi kita Muhammad dan tentu termasuk pula mengingatkan kita sebagai umatnya bahwa Allah telah memberi nikmat yang begitu banyak. Maka Allah perintahkan untuk bersyukur dengan menjalankan ibadah yaitu dengan mendirikan sholat dan juga untuk berkurban. Berkata sebahagian ahli tafsir yang dimaksud dengan berkurban dalam ayat ini adalah menyembelih udhiyah (hewan kurban) yang dilakukan sesudah shalat ‘Ied (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4:505 dan Al Mughni 13:360). Jadi kurban dan ibadah yang lainnya sejatinya adalah bentuk dan manifestasi syukur kita pada Allah. Betul bahwa ketika kita berkurban ada sesuatu yang kita korbankan, ada harta yang kita keluarkan dan mungkin itu berat untuk diri kita. Namun, kalau kita mau renungi sejatinya pemberian Allah atas diri kita itu jauh lebih banyak. Tidak sebanding apa yang kita keluarkan dan korbankan dengan apa yang Allah berikan kepada kita. Kalau kita benar-benar memahami ini kita akan menjadi hamba yang pandai bersyukur.
Sekarang coba kita kaitkan dengan wabah virus corona yang kita alami sekarang. Banyak kita dapati orang yang mengeluh, sebagian mengeluh karena kehilangan pekerjaan, sebagian mengeluh karena tidak leluasa kemana-mana, sebagian mengeluh stress mengurusi anak di rumah dan seterusnya. Hidup menjadi terasa sempit dan susah. Namun, kalau kita mau merenungi sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita jauh lebih banyak daripada kesusahan yang kita dapati. Misalnya nikmat kesehatan yang kita miliki. Sebagaimana kita ketahui sampai hari ini sudah lebih dari 16 juta orang diseluruh dunia terjangkiti virus ini dan di Indonesia sendiri sudah lebih dari 100rb orang positif. Bagaimana kalau seandainya Allah takdirkan kita termasuk yg positif corona? Alhamdulillah sampai hari ini, Allah masih takdirkan kita termasuk yang masih diberi kesehatan. Ini adalah sebuah nikmat yang besar yang harus kita syukuri. Nikmat kelapangan rizki juga demikian, ada saja pintu-pintu rizki yang Allah bukakan untuk kita. Betul, mungkin bisa saja kita kehilangan pekerjaan yang selama ini kita tekuni. Namun ingat, tidak ada istilah kita kehilangan rizki. Rizki yang Allah telah tetapkan untuk kita tidak akan meleset dari kita. Demikian nikmat-nikmat yang lainnya masih banyak lagi. Allah telah memberi kita berbagai nikmat, apakah kita mampu menjadi pribadi yang bersyukur atau malah sebaliknya menjadi pribadi yang kufur.
لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim: 7)
Renungan Kedua: Kurban Melatih Tawakal dan Iman Pada Allah
Jama’ah rahimakumullah,
Diantara renungan penting terkait kurban yang kedua adalah melatih kita tawakal pada Allah. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa awal syariat kurban adalah kisah Allah menguji Ibrahim untuk menyebelih putranya Ismai’l. Ini ujian yang begitu berat. Sulit dibayangkan bagaimana mungkin seorang bapak tega menyembelih anaknya. Apalagi anak satu-satunya dan sudah berpuluh-puluh tahun menanti kehadirannya. Namun, karena kuatnya iman dan takawal Ibrahim dan juga anaknya mereka lolos dari ujian Allah yang besar ini. Allah berfirman,
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS Shaffat: 102)
Jama’ah rahimakumullah,
Hidup ini adalah ujian dari Allah termasuk juga adanya musibah-musibah yang terjadi. Musibah baik berupa banjir, gempa, gunung meletus dan juga termasuk wabah peyakit seperti corona yang terjadi sekarang ini semua adalah takdir Allah. Itu semua adalah ujian dari Allah untuk menguji seberapa kuat iman dan tawakal kita pada Allah.
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّـهِ ۗ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّـهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa manusia kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)
Dua hal penting yang Allah sampaikan dalam ayat ini: pertama, tidak ada satu musibah pun yang menimpa manusia kecuali itu atas seizin dan takdir Allah dan yang kedua, barangsiapa yang beriman kepada Allah, Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Seorang yang beriman kepada Allah, beriman pada takdir Allah dengan keimanan sebenar-benarnya maka dia akan tenang dalam menjalani hidup. Termasuk di tengah pandemik seperti ini, ketika seseorang benar-benar beriman dan tawakal kepada Allah maka hidupnya akan tenang.
Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar walillahilhamd
Jama’ah Sholat Ied yang semoga dirahmati oleh Allah,
Renungan Ketiga: Kurban Mengajarkan Kepedulian Sesama
Alhamdulillah meskipun ditengah wabah seperti ini dan juga di tengah perekonomian yang masih lesu ternyata antusias dan kesadaran kaum muslimin untuk berkurban tidak menurun. Bahkan di sebagian daerah malah jumlah hewan yang dikurbankan malah semakin banyak. Kaum muslimin dengan mudahnya mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk berkurban, misal kalau kambing ya sekitar 2 juta atau lebih. Bahkan sebagiannya mungkin rela berhutang agar mampu ikut berkurban. Hewan kurban itu kemudian disembelih dan dibagikan kepada orang lain baik yang miskin ataupun yang kaya. Ini ada pelajaran yang penting untuk berbagi dengan sesame meskipun di saat-saat sulit. Nilai-nilai ini kalau kita bisa aplikasikan secara lebih luas dalam kehidupan kita maka akan menjadi suatu hal yang luar biasa.
Renungan Keempat: berkurban adalah wujud taqwa pada Allah
Jama’ah Rahimakumullah, Allah mensyariatkan kurban bukan karena Allah butuh daging dari Kurban kita, bukan!! Allah hanya ingin menguji ketaqwaan kita.
لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS Al Hajj: 37)
Berkurban adalah ajang membuktikan taqwa kita pada Allah. Sebagian orang mungkin merasa telah beriman dan bertaqwa pada Allah. Namun ketika benar-benar diuji kenyataan jauh dari seperti itu. Karena kecintaan yang berlebih terhadap harta, sebagian orang menjadi berat hati untuk berkurban meskipun sekedar dengan seekor kambing. Hatinya merasa berat untuk mengeluarkan harta yang dimilikinya untuk menjalankan perintah Allah. Cintanya pada harta mengalahkan cintanya pada perintah Allah. Cintanya pada harta membuat hatinya tidak tergerak untuk berkurban, berbagi dengan sesama. Disaat orang lain dengan mudahnya berkurban (bahkan mungkin yang kemampuan ekonominya jauh dibawah dirinya) tetapi dirinya ternyata sulit untuk melakukan. Disinilah ketaqwaan dipertanyakan.
Adanya wabah atau pandemic seperti sekarang ini sebenarnya juga adalah ujian ketaqwaan bagi kita. Apakah benar-benar menjadi pribadi yang pandai bersyukur, pribadi yang terus semangat melakukan ibadah dan amal kebaikan yang lainnya. Atau sebaliknya, menjadi pribadi yang suka berkeluh kesah, pribadi yang malas beribadah (alasan karena adanya wabah) dan malas melakukan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat lainnya. Mari kita buktikan bahwa kita benar-benar pribadi yang bertaqwa. Sekian semoga bermanfaat khutbah yang pertama ini.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah Kedua:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar
Kaum Muslimin, Bapak-bapak dan Ibu-ibu Jama’ah ibadah Sholat Ied yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Setelah di khutbah pertama kita membahas beberapa renungan terkait kurban, maka di khutbah yang kedua ini perkenankan khatib mengingatkan dengan sebuah hadits dari Rasulullah yang berisi beberapa hal penting terkait penyembelihan kurban dan iedul adha. Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Saya menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengatakan:
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى
“Bismillah, Allahu Akbar. Kurban (kambing) ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku.” (HR. Tirmidzi 1521, dishahihkan Albani)
Hadits yang singkat ini berisi banyak faedah penting, diantaranya:
- Sholat Ied pada asalnya dilakukan di tanah lapang (musholla) bukan di masjid, kecuali kalau ada udzur.
- Setelah sholat ied maka diteruskan dengan khutbah ied, dan kemudian menyembelih kurban. Sholat iedul adha sunnahkan disegerakan agar waktu menyembelih kurban lebih longgar.
- Menyebelih kurban dilakukan setelah sholat ied, tidak boleh sebelumnya. Kalau menyembelih sebelumnya maka itu dianggap sembelihan biasa, bukan kurban.
- Rasulullah menyembelih hewan kurbannya dengan tangannya sendiri. Menyembelih kurban adalah salah bentuk taqarrub (mendekatkan diri) pada Allah. Menyebelih sendiri tentu tidak sama dengan mewakilkan orang lain. Ini yang hendaknya diteladani kaum muslimin, berusaha menyembelih sendiri hewan kurbannya. Kecuali kalau hewan yang dia kurbankan sangat banyak atau tidak berani atau tidak punya keahlian untuk menyembelih maka tidak masalah diwakilkan.
- Dalam hadits ini, saat menyembelih Rasulullah mengiringinya dengan tasmiyah (mengucapkan “Bismillah” saja) dan takbir (“Allahu Akbar”). Rasulullah tidak membaca Basmalah secara lengkap (mengucapkan “Bismillahirrahmaanirrahim”). Diantara kebiasaan Rasulullah adalah beliau membaca tasmiyah ketika wudhu, menyembelih dan perbuatan lainnya. Adapun ketika menulis surat maka diawali dengan basmallah secara lengkap. Allahu A’lam.
- Saat menyembelih kurban disebutkan dari siapa kurban tersebut dan diniatkan untuk siapa saja pahalanya. Dalam hadits diatas Rasulullah mengucapkan “Kurban (kambing) ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku” (هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى ). Misal menyembelih untuk orang lain maka disebutkan “ini dari si Fulan…”.
- Kurban seekor kambing hanya boleh dikeluarkan dari seseorang (tidak boleh iuran). Namun boleh meniatkan pahalanya untuk orang banyak (baik keluarganya atau yang lainnya).
- Boleh menyertakan orang lain baik yang hidup atau yang telah meninggal dalam kurban yang dia lakukan. Dalam hadits ini Rasulullah berkurban untuk dirinya dan juga untuk umatnya (baik yang masih hidup maupun yang sudah mati). Ini menunjukkan boleh meniatkan kurban untuk orang yang sudah meninggal. Namun hendaknya tidak mengkhususkan kurban untuk orang yang sudah meninggal saja, hendaknya diikutkan dengan kurban dirinya atau yang masih hidup sebagaimana dicontohkan Rasulullah dalam hadits diatas.
Kiranya cukup sekian yang dapat kami sampaikan dalam kesempatan berbahagia ini. Semoga kita senantiasa termasuk orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dari ibadah Kurban yang agung ini. Mari kita tutup khutbah ini dengan membaca sholawat dan juga berdoa kepada Allah. Semoga Allah memberikan kita keberkahan dunia dan akhirat Amien.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ اَلْعَالَمِينَ
Semoga bermanfaat. Silahkan dishare!
Sekilas Penulis:
Dr Abu Zakariya Sutrisno adalah pendiri sekaligus pengelola Pesantren Hubbul Khoir Sukoharjo. Beliau adalah lulusan S3 KSU Arab Saudi. Saat ini menjadi dosen di Universitas Sebelas Maret, Surakarta dan aktif dibeberapa organisasi.