KUI #03: Macam-Macam Tauhid dan Kesyirikan

0
3523

Tauhid adalah pondasi dari agama Islam untuk itu penting sekali untuk pelajari dan difahami dengan baik. Begitu juga perlu untuk mengetahui lawan dari tauhid yaitu kesyirikan. Kesyirikan dapat membatalkan amalan atau ibadah, bahkan bisa menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Untuk itu penting kita mempelajari macam-macam kesyirikan agar kita tidak terjatuh di dalamnya. Materi ini insyaallah akan membahas secara ringkas macam-macam tauhid dan kesyirikan.

 

Macam-Macam Tauhid

Sebagaimana disampaikan pada materi sebelumnya, makna tauhid adalah mengesakan Allah dalam hak-hakNya yang meliputi rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa sifat. Sehingga tauhid bisa dibagi menjadi tiga:

  • Tauhid rububiyah
  • Tauhid uluhiyah
  • Tauhid asma’ wa sifat

Dalil-dalil tentang ketiga tauhid ini banyak sekali dalam Al Qur’an dan Sunnah. Berikut penjelasan singkat tentang ketiga bentuk tauhid ini.

  1. Tauhid rububiyah (ketuhanan)

Tauhid rububiyah maknanya mengesakan Allah dalam perbuatanNya dengan meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan, yaitu Dzat yang menciptakan, memberi rizki dan mengatur alam semesta ini. Allah berfirman,

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS. Az Zumar: 62)

Pada asalnya tidak ada satu makhluk pun yang mengingkari kerububiyahan Allah subhaanahu wa ta’ala, kecuali orang-orang yang sombong, yang lisannya mengingkari padahal hatinya meyakini, semisal Fir’aun. Allah befirman,

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْماً وَعُلُوّاً

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.” (QS. An Naml: 14)

Bahkan orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah, secara umum mereka meyakini bahwa Allah sebagai pencipta, pemberi rizki, dst. Alllah berfirman,

قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ والأَبْصَارَ وَمَن يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيَّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللّهُ فَقُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ

Katakanlah (wahai Muhammad): “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka (orang-orang musyrik) akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus: 31)

Tauhid rububiyah melazimkan tauhid uluhiyah. Allah satu-satunya Dzat yang menciptakan dan mengatur alam semesta maka hanya Dia yang berhak disembah. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 21)

Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya tentang ayat ini mengatakan: “Hanya Pencipta segala sesuatu yang ada inilah yang berhak disembah dengan segala macam ibadah.”

  1. Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah

Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah yaitu mengesakan Allah dalam ibadah. Hikmah diciptakan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah semata. Allah befirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku.”  (QS. Adz-Dzaariyaat : 56)

Hanya Allah satu-satunya Dzat yang berhak disembah atau diibadahi. Tidak boleh menyeru selain Allah, baik itu malaikat yang mulia atau nabi yang diutus apalagi yang lebih rendah dari keduanya seperti orang yang shalih, batu, pohon dan yang selainnya. Allah berfirman,

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”   (QS Aj-Jin: 18)

Allah juga berfirman,

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS Al-Kahfi: 110)

Ibadah banyak sekali bentuknya seperti do’a, khouf (rasa takut), raja’ (rasa harap), tawakal, nadzar, menyembelih dan lainnya. Segala jenis ibadah hanya untuk Allah semata. Tidak boleh diselewengkan untuk selainNya. Allah berfirman,

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am: 162)

Tidak boleh menjadikan perantara dalam ibadah antara diri kita dengan Allah dengan sesuatu yang tidak disyariatkan. Meskipun dengan dalih sekedar untuk mendekatkan diri kepada Allah atau sekedar pemberi syafaat. Hal ini seperti yang dilakukan orang-orang musyrik zaman dahulu. Allah berfirman tentang mereka,

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar: 3)

Adapun tentang syafaat Allah berfirman,

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ

“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa’atan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18)

  1. Tauhid asma’ wa sifat

Selain diperintahkan untuk mengesakan Allah dalam rububiyah dan uluhiyah kita juga diperintah mengesakan Allah dalam asma’ dan sifatNya. Hanya Allah yang memiliki nama-nama dan sifat yang sempurna secara mutlak. Kita beriman dengan nama-nama dan sifat yang Allah tetapkan bagi diriNya dalam kitabNya atau dalam sunnah rasulNya sesuai apa yang disampaikan tanpa melakukan tahrif (menyimpangkan makna), ta’thil (menolak), takyif (membagaimanakan), dan tanpa tamtsil (menyerupakan dengan makhluk). Allah ta’ala berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)

Seluruh asma’ allah adalah husna (paling baik), begitu juga dengan sifat Allah adalah sempurna dan tidak ada kekurangan sedikitpun. Menetapkan nama-nama dan sifat Allah adalah masalah tauqifiyah,  wajib menetapkannya sebagaimana datang dalam Al Qur’an dan As Sunnah, tidak boleh dikurangi atau ditambah. Nama-nama dan sifat Allah tidak boleh ditetapkan berdasar akal semata karena akal tidak akan mampu mencapai apa nama-nama yang layak bagi Allah ta’ala. Maka wajib berhenti sesuai dengan dalil-dalil syar’i.

Nama-nama dan sifat Allah tidak terbatas jumlah tertentu. Hal ini berdasarkan hadits yang masyhur, Rasulullah berdo’a “Ya Allah aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama-Mu, yang Engkau namai sendiri untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan untuk diri-Mu dalam ilmu ghaib di sisi-Mu” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Hakim. Shahih). Adapun berkaitan dengan hadits, “Sesungguhnya bagi Allah ada sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa menjaganya akan masuk syurga” (HR. Bukhari). Hadits ini bukan pembatasan bahwa nama Allah hanya sembilan puluh sembilan (99), tetapi makna hadits ini adalah: Di antara nama Allah ada 99 nama yang jika kita menjaganya kita akan masuk syurga.

 

Bahaya Kesyirikan

Kita diperintahkan untuk mengesakan Allah dalam Ibadah dan dilarang mempersekutukannya dengan sesuatu apapun. Tauhid adalah perintah Allah yang paling agung dan sebaliknya kesyirikan adalah larangan Allah dan dosa yang paling besar.  Allah tidak akan mengampuni dosa syirik bagi yang tidak bertobat darinya. Allah befirman,

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظِيماً

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An- Nisaa’: 48)

Kesyirikan adalah sebesar-besar kezaliman (yaitu meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya). Kesyirikan adalah kezaliman bagi Allah karena ibadah yang mana dia hanya hak Allah semata tetapi diberikan kepada selainNya. Allah mengharamkan surga dan menjanjikan neraka pada orang-orang yang berbuat syirik. Sebagaimana firman Allah,

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS Al Ma’idah: 72)

 

Macam-Macam Kesyirikan

Syaikh Abdulaziz bin Baz dalam kitabnya Durusul Muhimmah memaparkan bahwa syirik terbagi tiga, yaitu:

  • Syirik akbar (besar)
  • Syirik Ashghar (kecil)
  • Syirik Khafi (tersembunyi)

 

  1. Syirik akbar (besar)

Syirik akbar mengakibatkan runtuhnya seluruh amal dan menyebabkan kekal di neraka. Allah befirman,

ذَلِكَ هُدَى اللّهِ يَهْدِي بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Anam: 88)

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَن يَعْمُرُواْ مَسَاجِدَ الله شَاهِدِينَ عَلَى أَنفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ

Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.” (QS. at Taubah: 17)

Orang yang mati sedang ia masih melakukan syirik akbar ini, ia tidak akan diampuni dan haram baginya syurga. Di antara bentuk-bentuk syirik akbar ini ialah: berdoa kepada orang-orang mati, kepada berhala-berhala, memohon pertolongan dari mereka, bernadzar untuk mereka, menyembelih untuk mereka dan sebagainya.

  1. Syirik ashghar (Kecil)

Syirik ashghar, ialah perbuatan yang ditetapkan oleh nash-nash al Quran dan As Sunnah, dengan menyebutnya sebagai syirik, akan tetapi tidak termasuk syirik akbar. Seperti: riya’ dalam beramal, bersumpah dengan selain Allah, ucapan: “Masya Allah wa sya-a Fulan” (apa yang dikehendaki oleh Allah dan dikehendaki oleh si Fulan) dan sebagainya. Berdasarkan sabda Rasulallah: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Rasulullah ditanya: “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Yaitu riya’.” (HR. Ahmad, Thabraniy dan Baihaqiy)

  1. Syirik Khafiy (tersembunyi)

Tentang syririk khafiy dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Maukah kamu aku beritahukan apa yang paling aku takutkan (menimpa) kamu, lebih dari (takutku atasmu) terhadap al Masih Addajjal?”. Mereka (para shahabat) menjawab: “Iya, wahai Rasulallah”. Beliau bersabda: “Yaitu syirik Khafiy (syirik yang tersembunyi), bahwa seseorang berdiri, lalu shalat, kemudian ia membaguskan shalatnya, karena ia melihat ada orang yang sedang memperhatikannya”. (HR. Ahmad)

Syirik dapat juga dibagi dua saja, syirik akbar dan syirik ashghar. Sedang syirik khafiy, dapat masuk pada kedua Syirik tersebut. Syirik khafiy dapat masuk pada syirik akbar, seperti: syirik orang-orang munafik, karena mereka menyembunyikan akidah-akidah mereka yang bathil, dan menampakkan keIslaman mereka atas dasar riya’ dan takut akan (kemaslahatan) diri mereka. Syirik khafiy juga masuk pada syirik ashghar, seperti: riya’ sebagaimana dalam hadits di atas. (Dinukil dari kitab Durusul Muhimmah dengan sedikit diringkas)

Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 24/11/2016.

Info detail dan dokumentasi kajian KUI: http://ukhuwahislamiah.com/kui/

Join channel Telegram: telegram.me/ukhuwahislamiahcom

IG: ukhuwahislamiahcom

FB: https://www.facebook.com/ukhuwahislamiahcom

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here