KUI #05: Fikih Ringkas Thoharoh (Bersuci)

2
3397

Pembahasan masalah thoharoh atau bersuci adalah masalah yang sangat penting. Kenapa? Karena ada beberapa ibadah yang tidak sah dikerjakan kecuali dalam keadaan suci seperti sholat dan thowaf. Dalam sebuah hadistnya Rasulullah bersabda, “Kunci shalat adalah bersuci” (HR. Ahmad (no. 1005, Abu Dawud no. 61, Tirmidzi no. 3 dan Ibnu Majah no. 675). Shalat tidak akan diterima kecuali setelah bersuci. Maka masalah thoharoh adalah masalah yang penting. Definisi thaharah secara syara’ adalah  mengangkat hadas dan menghilangkan najis.

 

Pembahasan masalah thoharah sebenarnya cukup luas, diantaranya meliputi pembahasan:

  • Hukum seputar air dan bejana.
  • Wudhu
  • Mandi wajib
  • Tayamum
  • Menghilangkan najis
  • Sunah-sunah fitrah
  • Hukum seputar haid, isthihadhah dan nifas

Pada kesempatan ini kita akan membahas secara ringkas hal yang paling penting dulu yaitu hukum seputar air dan wudhu. Insyallah kita juga akan singgung yang lainnya secara ringkas.

 

Hukum Seputar Air

Secara asal alat yang dipakai dalam bersuci adalah air. Jika tidak ada air maka diganti yang lain misalnya debu yang digunakan dalam tayamum. Oleh karena itu, penting membahas masalah air yang dapat digunakan untuk berthoharoh. Dalam masalah air Allah berfirman,

وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُوراً

Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.” (QS. al Furqan: 48)

Allah juga berfirman,

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّن السَّمَاء مَاء لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ

Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu.” (QS. Al Anfaal: 11)

Air yang thohur adalah air yang suci secara dzatnya dan mensucikan (dapat digunakan untuk bersuci). Berikut ringkasan pembahasan tentang hukum air.

Pertama, air jika tetap dalam sifat asalnya dan tidak bercampur dengan benda apapun maka hukumnya suci secara ijma’ (kesepakatan). Contohnya adalah air hujan, air dari mata air, air danau, air laut dan lainnya.

Kedua, jika berubah salah satu sifatnya (bau, rasa atau warna) karena bercampur dengan sesuatu yang najis maka hukumnya najis secara ijma’, sehingga tidak sah digunakan untuk bersuci.

Ketiga, jika berubah sifatnya karena bercampur dengan sesuatu yang suci (seperti daun, sabun, dan lainnya) dan campuran tersebut tidak mengalahkan airnya -tetap disebut air- maka ulama’ khilaf, tetapi yang shahih adalah hukumnya suci dan dapat digunakan untuk bersuci. Pendapat  inilah yang dikuatkan oleh Syaikhul islam ibn Taimiyah (Majmu’ fatawa 21/24-25, lihat juga 21/331). Tetapi jika bercampur dengan sesuatu dan campuran itu lebih dominan sehingga tidak lagi disebut “air” maka tidak termasuk pembahasan “hukum air”. Sebagai contoh air yang dicampur dengan kopi maka berubah namanya menjadi “minuman kopi”, secara kebiasaan bukan lagi disebut “air”. Dalam hal ini maka “minuman kopi” hukumnya thohir (suci tetapi tidak mensucikan). Pendapat ini yang dipilih oleh Syaikh al Utsaimin rahimahumallah (Syarhul Mumti’ 1/47).

Ringkasan hukum air: Secara sederhana, kalau ditinjau dari boleh atau tidak digunakan untuk bersuci, air hanya ada dua jenis air: suci (thohur) dan najis. Air yang suci yang dapat digunakan untuk bersuci ialah air yang tetap pada sifat aslinya atau air yang bercampur dengan benda-benda yang suci. Adapun air yang najis (yang tidak sah digunakan untuk bersuci) adalah air yang bercampur dengan sesuatu yang najis sehingga berubah salah satu sifatnya (bau, rasa atau warnanya). Allahu a’lam.

 

Hukum Seputar Wudhu

Dalil yang menjelaskan pensyariatan dan tata cara wudhu adalah firman Allah ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. al Ma’idah: 6)

Tata cara berwudhu:

  • Berniat untuk wudhu.

Niat letaknya dalam hati jadi tidak perlu dilafadzkan.

  • Kemudian membaca “Bismillah..”
  • Kemudian dilanjutkan dengan membasuh telapak tangan tiga kali
  • Berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung (istimsya’) tiga kali.

Berkumur dan memasukkan air di hidung dilakukan bersamaan. Setelah itu, air yang dimasukkan dalam hidung tadi dikeluarkan (istimtsar) dengan cara menyemburkannya.

  • Membasuh wajah tiga kali.

Daerah wajah yaitu, terletak di antara tumbuhnya rambut di kepala sampai dagu dan antara kedua telinga. Semua harus dibasuh secara sempurna. Termasuk didalamnya jenggot, jika tipis wajib dibasuh semua, jika tebal disunnahkan untuk menyele-nyelanya.

  • Membasuh tangan sampai siku tiga kali.

Batasan tangan yaitu, dari ujung jari -termasuk kuku- sampai siku. Hendaknya sebelum berwudhu menghilangkan sesuatu yang melekat padanya sehingga dapat terbasuh air secara sempurna. Hal ini termasuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat di bawah kuku.

  • Mengusap kepala sekali.

Termasuk didalamnya kedua daun telinga. Cara mengusapnya yaitu dengan meletakkan kedua telapak tangan yang telah basah dengan air di kepala bagian depan, kemudian mengusapnya sampai belakang kepala. Lalu mengembalikannya -sambil mengusap juga- ke bagian kepala depan lagi. Setelah itu memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga dan ibu jari dibagian luar daun telinga lalu mengusap sambil memutarnya.

  • Terakhir mencuci kaki sampai mata kali tiga kali. Selesai berwudhu disunnahkan berdzikir dan berdo’a.

Syarat Sah Wudhu:

Syarat wudhu ada delapan. Pertama sampai empat yaitu: islam, berakal, tamyiz, dan niat. Kelima, airnya harus suci, jika airnya najis maka tidak sah. Keenam, airnya mubah (boleh digunakan oleh kita,misal air yang disediakan di masjid), jika air curian maka tidak sah. Ketujuh, beristinja’ dan berijtimar jika sebelumnya buang hajat. Kedelapan, termasuk syarat berwudhu adalah menghilangkan apa-apa yang melekat pada badan yang dapat mencegah masuknya air ke anggota wudhu.

Rukun-Rukun Wudhu:

Termasuk rukun (wajib) wudhu ada enam (berdasar firman Allah dalam surat al maidah ayat 6 di atas) yaitu membasuh wajah (termasuk didalamnya berkumur dan memasukkan air kehidung), membasuh kedua tangan, mengusap kepala (termasuk didalamnya telinga), membasuh kedua kaki, tertib, dan muwalah (perbuatan satu dan lainnya tidak diselingi jeda waktu yang lama). Adapun tentang tasmiyah (membaca “bismillah”) ada khilaf dikalangan ulama, apakah ia sunnah atau wajib.

Sunnah-Sunnah Wudhu:

Di antara sunnah berwudhu yaitu bersiwak, membasuh kedua telapak tangan, memulai dengan berkumur dan memasukkan air kehidung sebelum membasuh muka, menyela jenggot, tayaamun (memulai dari yang kanan). Termasuk sunnah berwudhu juga yaitu membasuh lebih dari sekali (dibatasi sampai tiga kali), kecuali mengusap kepala.

Hendaknya membasuh anggota wudhu secara sempurna sehingga tidak ada yang terlewatkan dari terkena air. Diriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam ada seorang laki-laki yang berwudhu tetapi ada bagian dari kakinya yang tidak terkena air lalu Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda padanya, “Ulangi dan perbaiki wudhumu!” (HR. Muslim no. 575). Namun, sempurna dalam membasuh anggota wudhu bukan berarti berlebihan dalam menggunakan air. Betapa banyak orang yang menggunakan air secara berlebihan tetapi tidak sempurna dalam membasuh anggota wudhu! Dalam shahihain disebutkan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam berwudhu dengan satu mud dan mandi dengan satu sha’ sampai lima mud (HR. Bukhari no. 201 dan Muslim no. 325). Satu mud adalah satu cankupan kedua tangan, sedang satu sha’ sama dengan empat mud.

Pembatal Wudhu:

Secara ringkas ada dua pembatal wudhu:  Pertama, hadas yang membatalkan wudhu’ seperti buang air kecil, buang air besar, dan semua yang keluar dari dua jalur (kemaluan).  Kedua, sebab-sebab terjadinya hadas. Dalam artian jika hal ini terjadi maka dimungkinkan terjadinya hadas seperti hilangnya akal, tidur pulas, dibius, gila, dll. Seorang yang hilang akalnya maka ia tidak bisa merasakan apa yang terjadi.  Ada beberapa perkara yang ulama’ khilaf di dalamnya, apakah membatalkan wudhu atau tidak. Seperti memegang kemaluan, menyentuh wanita dengan syahwat, memandikan mayit, dan murtad dari agama islam. Sebagian mengatakan semua hal tersebut membatalkan, sebagian mengatakan tidak. Andai berwudhu dari hal-hal tersebut agar keluar dari khilaf maka hal ini adalah lebih baik.

Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 24/11/2016.

Info detail dan dokumentasi kajian KUI: http://ukhuwahislamiah.com/kui/

Join channel Telegram: telegram.me/ukhuwahislamiahcom

IG: ukhuwahislamiahcom

FB: https://www.facebook.com/ukhuwahislamiahcom

 

2 COMMENTS

  1. Pertanyaan: Afwan tambahan prtnyaan ttg thoharoh ustadz,klu air kelapa pa jg sma ma air teh?

    Jawab:
    “Air kelapa” tidak termasuk air mutlak, yang diperbolehkan untuk thoharoh (bersuci). Hukumnya seperti air teh, air susu dan yang semisalnya. Allahu A’lam.

  2. Tanya ustadz,,
    1. Jika terlupa membasuh kepala dan teringat saat membasuh kaki, apakah harus mengulang dari awal?
    2. Bagaimana syarat debu yg digunakan utk tayamum? Jika saat berada di dalam kendaraan umum yg mungkin tidak ditemukan debu, bagaimana solusinya?
    Syukron

    Jawab:
    1. Tidak perlu diulang dari awal. Diulang dari yg terlewat dan yg setelahnya. Allahu A’lam.
    2. Ada beberapa khilaf dalam masalah sho’id (tanah/debu) yg boleh digunakan untuk bertayamum. Allahu A’lam, selama yg digunakan bertayamum tersebut ada debunya (meskipun sedikit) maka tidak mengapa digunakan untuk tayamum.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here