- Definisi dan hukum puasa
Puasa ramadhan termasuk salah satu rukun islam. Puasa ramadhan hukumnya wajib berdasar dalil-dalil dari Kitab dan Sunnah dan ijma’ kaum muslimin. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)
Puasa secara bahasa artinya menahan. Secara istilah syara’ puasa adalah ibadah kepada Allah ta’ala dengan menahan diri dari makan, minum, dan segala sesuatu yang membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari (Syarhul Mumti’ 6/298). Diwajibkan berpuasa jika diketahui telah masuk bulan Ramadhan baik karena melihat hilal maupun menggenapkan bulan Sya’ban.
- Keutamaan dan Hikmah Puasa
Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Romadhon karena iman dan mengharap pahala dari Alloh maka dosanya di masa lalu pasti diampuni” (HR. Bukhori no. 1901 dan Muslim no. 760). Di antara hikmah disyariatkannya puasa adalah ia mensucikan dan membersihkan jiwa dari segala kotoran dan dari akhlak-akhlak yang tercela. Puasa mempersempit jalan-jalan syaitan dalam tubuh manusia . Dalam puasa juga terkadung zuhud terhadap dunia dan segala syahwat yang ada didalamnya. Sebaliknya ia memperkuat semangat mengejar akhirat.
Golongan Manusia Ditinjau dari Kewajiban Puasa
- Golongan yang wajib menjalankan puasa di bulan Ramadhan: yaitu setiap muslim yang sehat dan mukim kecuali wanita yang haid dan nifas.
- Golongan yang diperintahakan untuk menqadha: yaitu wanita haid, nifas, dan orang yang sakit yang tidak mampu berpuasa.
- Boleh memilih antara puasa dan qadha: yaitu orang yang safar dan sakit yang mampu untuk berpuasa.
- Waktu Puasa
Allah berfirman,
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187)
Ayat yang mulia ini menjelaskan awal dan akhir waktu puasa. Dimulai waktu puasa dari terbitnya fajar kedua yaitu cahaya yang membentang di ufuk dan berakhir dengan tenggelamnya matahari. Sebagian manusia bersegera dalam sahur, mulai puasa satu jam atau beberapa saat sebelum terbit fajar. Maka hal ini menyelisihi syariat dan berarti mereka berpuasa sebelum waktunya.
- Diantara Sunnah Puasa:
- Bersahur
Disunnahkan bersahur dan disunnahkan pula mengakhirkannya. Rasulullah bersabda, Bersahurlah karena didalam sahur ada berkah (HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095).
- Mensegerakan berbuka
Sebagaimana hadist dari Sahl bin Sa’id radhiyallahu ‘anhu, Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka mensegerakan dalam berbuka (HR. Bukhari no 1957 dan Muslim no. 1098).
- Berbuka dengan kurma atau air.
Disunnahkan memulai berbuka dengan ruthab (kurma segar), jika tidak ada maka dengan kurma, jika tidak ada maka dengan air (HR. Ahmad no. 12612, Abu Dawud no. 2356 dan Tirmidzi no. 695). Jika tidak ada juga maka berbuka dengan apa yang ada baik berupa makanan atau minuman.
- Berdo’a saat buka
Di antara do’a yang diriwayatkan dari Nabi yaitu:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, insya Allah.” (HR. Abu Dawud no. 2357)
- Hal-Hal yang Merusak Puasa
Ada beberapa hal yang merusak puasa yang hendaknya setiap muslim menjauhinya. Di antaranya ada yang membatalkan puasa, ada pula yang mengurangi pahalanya. Secara ringkas:
- Jima
- Keluar mani
- Makan dan minum secara sengaja
- Mengeluarkan darah dari tubuh
- Muntah secara sengaja
Seorang yang berpuasa hendaknya tidak berlebihan dalam berkumur dan menghirup air kehidung saat wudhu karena dikhawatirkan hal tersebut menyebabkan air masuk ke tenggorokan. Rasulullah bersabda, “Berdalam-dalamlah dalam beistimsyak kecuali jika kalian dalam keadaan puasa” (HR. Abu Dawud no. 142, Tirmidzi no. 787, Nasai no. 87 dan Ibnu Majah no. 407). Seorang yang berpuasa hendaknya senantiasa menjaga pendengaran, penglihatan dan lisannya. Hendaknya menjauhi dusta, ghibah, mencela orang lain dan lainnya dari perbuatan dan perkataan keji dan kotor. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan yang kotor dan berperilaku dengannya maka Allah tidak membutuhkan mereka meninggalkan makanan dan minumannya” (HR. Bukhari 1903).
- Mengqadha’ Puasa
Barangsiapa tidak berpuasa di bulan ramadhan karena udzur yang syar’i seperti sakit, safar, haid, nifas, menyusui atau karena yang lainnya maka diwajibkan atas mereka menggantinya pada hari yang lainnya. Allah berfirman,
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 184)
Disunnakan untuk bersegera dalam mengqadha agar terlepas dari tanggungan. Tidak boleh mengakhirkannya sampai masuk ramadhan berikutnya. Barangsiapa mengakhirkannya sampai masuk ramadhan berikutnya tanpa alasan yang dibenarkan maka selain wajib mengadha ia juga wajib membayar fidyah atasnya.
- Fidyah
Ada sebagian orang yang tidak mampu berpuasa di bulan ramadhan dan tidak pula mampu mengqadhanya, maka bagi orang seperti ini wajib baginya fidyah, yaitu memberi makan fakir miskin pada setiap hari yang ditinggalkannya. Kadarnya yaitu setengah sha’ nabawi (sekitar 1.6 kg). Allah berfirman,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184)
Termasuk golongan orang yang menjalankannya adalah orang yang sudah lanjut usia. Sebagaimana perkataan ibnu Abbas dalam menafsiri ayat di atas, yaitu laki-laki atau wanita yang lanjut usia, yang mana mereka tidak mampu melakukan puasa, maka mereka setiap harinya memberi makan orang miskin (HR. Bukhari no. 4505). Orang yang sakit yang kemungkinan sembuhnya kecil dihukumi juga demikian, mereka cukup membayar fidyah. Bagi seorang yang hamil dan menyusui yang meninggalkan puasa karena atas dirinya sendiri atau khawatir atas diri sendiri serta bayi atau anaknya maka cukup qadha saja. Adapun jika khawatir akan bayi atau anaknya saja maka wajib baginya mengqadha dan membayar fidyah. Pendapat ini yang dikuatkan syaikh Utsaimin, lihat penjelasan beliau panjang lebar di Syarhul Mumti’ (6/348-350).
- Tentang Niat Dalam Puasa
Puasa wajib, seperti puasa ramadhan, puasa nadzar, puasa kafarah diharuskan untuk berniat dimalam harinya. Berdasar sabda Rasulullah, “Barangsiapa belum berniat untuk puasa sebelum terbitnya fajar maka tidak ada puasa bagianya” (HR. Nasa’I no. 2340). Adapun untuk puasa sunnah tidak mengapa berniat setelah terbit fajar asalkan belum melakukan hal-hal yang dilarang dalam puasa seperti makan, minum dan lainnya. Sebagaimana hadist riwayat Aisyah, bahwa suatu hari Nabi bertanya, Apakah kalian memiliki sesuatu (untuk dimakan)? Kami pun menjawab, tidak. Lalu berliau berkata, kalau begitu saya berpuasa (HR. Muslim no. 1154).
Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 24/11/2016.
—
Info detail dan dokumentasi kajian KUI: http://ukhuwahislamiah.com/kui/
Join channel Telegram: telegram.me/ukhuwahislamiahcom
IG: ukhuwahislamiahcom