Larangan-Larangan Bagi yang Berhadas

1
25887

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya dan para pengikutnya.

Agama Islam adalah agama yang sempurna. Salah satu bentuk kesempurnaannya adalah syariatnya mencakup setiap lini kehidupan manusia. Tidak ada satu pun yang berkaitan dengan kehidupan manusia kecuali telah diatur dalam agama ini. Tidak terkecuali  dalam masalah kebersihan dan kesucian, syariat islam telah menjelaskan begitu detail dan terperinci dalam masalah ini. Syariat Islam menjelaskan cara bersuci dari hadas (baik dengan wudhu maupun mandi), dan juga bagaimana bersuci dari najis, bahkan menjelaskan dengan detail bagaimana adab-adab dalam  membuang hajat. Sehingga tidak berlebihan jika katakan “agama islam adalah agama kebersihan dan kesucian”.

Berkaitan masalah bersuci (thaharah) tulisan kali ini akan membahas tentang beberapa larangan bagi seorang yang berhadas. Pembahasan ini kami sarikan dari kitab Mulakhos Fiqhiyah karangan guru kami, Syaikh DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan hafidzahullah ta’ala ( Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Ar Raudh Al Murbi’ Syarh Zaad al Mustaqni’). Semoga bermanfaat.

Terdapat beberapa amalan yang dilarang bagi setiap orang  yang berhadas selama ia belum bersuci dari hadasnya, baik hadas besar maupun kecil. Selain itu terdapat juga beberapa amalan yang khusus  dilarang bagi orang yang berhadas besar saja.

Pertama, Hal-hal yang dilarang bagi seorang yang berhadas (baik besar maupun kecil):

1. Menyentuh mushaf Al Qur’an.

Seorang yang berhadas dilarang menyentuh (tanpa pembatas) mushaf Al Qur’an sebagaimana Allah berfirman,

لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

“ tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan”(QS. Al-Waqiah: 79)

Maksudnya “الْمُطَهَّرُونَ” adalah suci dari hadas baik karena junub maupun yang lainnya. Hal ini sebagaimana dikatakan sebagian ulama bahwa yang dimaksud “الْمُطَهَّرُونَ” dalam ayat diatas adalah dari golongan manusia. Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa “الْمُطَهَّرُونَ” dalam ayat di atas maksudnya adalah malaikat yang disucikan. Meskipun ditafsirkan bahwa yang dimaksud dalam ayat di atas adalah para malaikat yang mulia maka tercakup juga didalamnya hukum (larangan) bagi manusia dengan dalil isyarat akan hal itu.

Sebagaimana dalam sebuah tulisan yang ditulis Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk penduduk Yaman dalam hadist Amru bin Hazm radhiyallahu ‘anhu, Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Tidak boleh menyentuh al qur’an kecuali orang yang dalam keadaan suci”.1

Berkata syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah tentang larangang menyentuh mushaf bagi orang yang berhadas, “Hal itu adalah madzhab imam yang empat2. Berkata ibnu Hubairah rahimahullah dalam Al Ifshaah,” Telah ijma’ -yakni imam yang empat- bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang yang berhadas menyentuh mushaf”.

Sehingga, tidak mengapa bagi seseorang yang berhadas membawa mushaf dalam saku atau dalam kantong tanpa menyentuhnya. Dan juga tidak dilarang melihat atau menatapnya tanpa menyentuhnya.

2. Sholat, fardhu maupun nafilah.

Ini adalah ijma’ ahli ilmi. Berdasarkan Firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah .” (QS. Al-Maidah: 6)

Juga berdasarkan hadist Nabi,” Allah tidak menerima shalat tanpa disertai bersuci..”. Diriwayatkan imam Muslim dan yang selainnya3.

3. Thowaf di baitullah.

Berdasarkan Sabda Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam , “Thowaf di baitullah adalah (serupa dengan) sholat, hanya saja Allah memperbolehkan berkata-kata didalamnya”4.  Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama salah satu syarat sahnya shalat adalah bersuci,  sehingga demikian juga dengan thawaf.

Kedua, larangan khusus untuk orang yang berhadas besar (junub,nifas,haidh):

1. Membaca Al Qur’an.

Berdasar hadist dari Ali radhiyallahu ‘anhu,” Tidak ada yang menghalanginya –yakni Rasulullah- dari Al Qur’an sesuatupun kecuali junub” . Hadist ini diriwayatkan Tirmidzi dan selainnya5. Hadist tersebut menunjukkan larangan membaca al Qur’an bagi seseorang yang junub. Temasuk didalamnya juga hadas besar karena nifas maupun haidh. Sebagian ulama memberi keringanan diperbolehkannya bagi wanita yang sedang haidh untuk membaca al Qur’an jika ditakutkan hilang hafalannya. Diantaranya adalah Syaikhul Islam ibn Taimiyah6.

Tidak mengapa seseorang yang dalam keadaan berhadas membaca dzikir yang mana didalamnya terdapat ayat al Qur’an misal lafadz “بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ ” dan “الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ” sebagaimana hadist dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulallah bedzikir kepada Allah pada setiap keadaan7.

2. Menetap atau Berdiam di dalam Masjid.

Dilarang bagi seorang yang berhadas besar menetap/berdiam didalam masjid. Hal ini berdasarkan  firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi..”(QS. An-Nisa’: 43)

Selain itu juga berdasarkan  sabda Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidak dihalalkan masjid bagi orang yang haidh dan juga bagi orang yang junub8

Namun diperbolehkan bagi seseorang yang berhadas besar berdiam di masjid dengan syarat berwudhu terlebih dahulu. Sebagaimana dikatakan Atho’ (seorang tabi’in terkenal), “ Saya telah melihat beberapa sahabat Rasulallah berdiam di masjid mereka dalam keadaan junub tetapi mereka telah berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat”.  Hikmah wudhu dalam hal ini adalah untuk meringankan hadas.

Diperbolehkan juga bagi  orang yang berhadas besar untuk sekedar lewat di dalam masjid tanpa duduk di dalamnya berdasar firman Allah:

“إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ”.

Semoga bermanfaat, Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulallah serta keluarga dan sahabatnya.

Maraji’:

[1]. Diriwayatkan dari hadist Amru bin Hazm. Malik (297), Daruquthniy (433), Baihaqiy (409), al Hakim (6122), Darimiy (2183). Berkata imam Ibn Abdil Barr rahimahullah, “Sesungguhnya  hadist tersebut menyerupai hadist mutawatir karena penerimaan manusia terhadapnya”.  lihat At Tamhiid (17/338-339).

[2].  Majmu’ Fatawa (21/266).

[3].  Diriwayatkan oleh banyak sahabat. Dikeluarkan oleh imam Muslim dari hadist ibnu ‘Umar (224).

[4].  Dikeluarkan Tirmidzi dari hadis ibnu Abbas (961). Dishahihkan oleh Albani, lihat Irwa’ul Ghaliil (1/154 no 121).

[5].  Dikeluarkan Ahmad (627), Abu Dawud (229), Tirmidzi (146), Nasa’I (266), Ibnu Majah (594).

[6]. Majmu’ Fatawa (26/179).

[7]. Dikeluarkan Muslim dalam Shahihnya (373), disebutkan Bukhari sebagai ta’liq (1/527).

[8]. Hadist ‘Aisyah dikeluarkan oleh Abu Dawud (232), Ibnu Khuzaimah (1327). Dikeluarkan ibnu Majah dari Ummu Salamah (645).

Selesai ditulis di Riyadh, 24 Safar1432 H (28 Januari 2011)

Abu Zakariya Sutrisno

Artikel: www.thaybah.or.id / www.ukhuwahislamiah.com

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here