Allah menyebutkan di dalam al Qur’an kisah-kisah umat terdahulu sebagai bahan pelajaran umat yang datang berikutnya. Diantara kisah yang disebutkan dalam al Qur’an adalah kisah sebagian dari umat bani Isra’il yang diubah jadi kera karena mereka berusaha mengakali hukum Allah. Allah berfirman tentang mereka dalam surat Al A’raf ayat 163-166:
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.“ (QS Al A’raf: 163)
“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu , dan supaya mereka bertakwa.” (QS Al A’raf: 164)
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS Al A’raf: 165)
“Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina .”(QS Al A’raf: 166)
Faedah dari kisah ini:
Pertama, hilah (mengakali) hukum Allah adalah perbuatan terlarang dan hal tersebut tidak menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal dan yang halal menjad haram. Dalam kisah ini, Allah melarang mereka mencar ikan di hari Sabtu. Mereka pun mengakali dengan memasang jaring-jaring dihari selain sabtu dan mengambilnya di hari setelahnya. Dzohir (yang nampak) dari perbuatan mereka seolah tidak mengapa, tetapi hakikat sebenarnya tetap terlarang. Serupa dengan ini pula misalnya menamai riba dengan “bunga” atau yang selainnya, hal ini tidak mengubah hukum sedikit pun karena hakikatnya masih sama yaitu riba.
Kedua, al jaza’ min jinsil ‘amal (balasan atas segala sesuatu adalah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan). Saat mereka melakukan hilah terhadap larangan Allah maka Allah mengadzab mereka dengan adzab yang semisal. Allah mengubah mereka menjadi kera. Kera secara dzohir (bentuk tubuh) mirip dengan manusia, tetapi hakikat sebenarnya mereka tetap hewan sebagaimana hewan yang lainnya.
Ketiga, dalam menyikapi kemungkaran manusia dapat digolongkan menjadi tiga:
- Orang fasiq yang melakukan dan mendukung kemungkaran tersebut. Ini adalah golongan yang akan disiksa oleh Allah.
- Orang mushlih yang berusaha melarang dan menghalangi kemungkaran itu. Ini golongan yang akan diselamatkan oleh Allah.
- Orang shalih yang tidak terjerumus dalam kemungkaran tersebut, tetapi tidak mengingkari kemungkaran tersebut dan bahkan seolah membiarkan. Bagaimana kondisi orang seperti ini? Allah yang lebih mengetahui.
[Faedah Khutbah Jum’at Dr Nashir Mut’im –murid syaikh Fauzan-, 15/7/1437H]
—
| Web:Ukhuwahislamiah.com | FB:Ukhuwah Islamiah | Twitter:@ukhuwah_islamia |