Pembatal-Pembatal Wudhu

0
1242

Syaikh Saleh Al Fauzan hafidzahullah

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah dan pengikutnya.

Setelah sebelumnya dibahas masalah wudhu’, kali ini akan kami bahas masalah pembatal-pembatal wudhu’. Jangan sampai karena kita tidak mengetahui wudhu’ kita sudah batal kita tetap melaksanakan suatu ibadah – misal sholat- dengan wudhu tersebut sehingga tidak sah ibadahnya.

Secara ringkas ada dua pembatal wudhu:

Pertama, hadas yang membatalkan wudhu’ seperti buang air kecil, buang air besar, dan semua yang keluar dari dua jalur (kemaluan).

Kedua, sebab-sebab terjadinya hadas. Dalam artian jika hal ini terjadi maka dimungkinkan terjadinya hadas seperti hilangnya akal, tidur pulas, dibius, gila, dll. Seorang yang hilang akalnya maka ia tidak bisa merasakan apa yang terjadi.

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

[1]    Yang keluar dari dua jalur

Yang keluar dari dua jalur (kemaluan) bisa berupa air kencing, mani, madzi, darah istihadzoh, tinja, atau kentut.

–          Jika yang keluar adalah air kencing dan tinja maka hal tersebut membatalkan wudhu berdasarkan nash (dalil yang jelas) dan ijma’. Allah berfirman tentang hal-hal yang mewajibkan wudhu’,

 أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ

.. atau kembali dari tempat buang air (kakus) (QS Al Ma’idah: 6)

–          Jika yang keluar adalah air mani atau madzi maka hal tersebut membatalkan wudhu berdasarkan hadits-hadits yang shahih dari Nabi. Ibnu Mundzir menceritakan adanya ijma’ juga untuk masalah ini [1].

–          Yang membatalkan wudhu juga adalah keluarnya darah istihadzoh, yaitu darah kotor, bukan darah haidh. Hal ini berdasar hadits Fathimah binti Abi Hubaisy yang mana ia istihadzoh maka Rasulullah bersabda padanya, “Wudhu dan sholatlah karena sesungguhnya ia adalah penyakit.” [2]

–          Begitu juga buang angin maka hal ini membatalkan wudhu berdasarkan ijma’ dan hadits-hadits shahih yang menunjukkan hal ini. Seperti hadits tentang orang yang ragu-ragu buang angin atau tidak, dimana Rasulullah bersabda, “Jangan keluar sampai mendengar suara atau mencium bau.” [3]

–          Adapun sesuatu yang keluar dari badan selain dua jalur (seperti muntah, mimisan) maka khilaf ulama’ atasnya. Yang rajih hal tersebut tidak membatalkan wudhu’. Namun jika berwudhu dalam rangka untuk keluar dari khilaf maka hal ini adalah baik.

 

[2]    Hilang akal atau tertutupi akalnya

Hilangnya akal bisa karena gila dan semisalnya. Adapun tertutupnya akal bisa karena tidur, dibius atau yang semisalnya. Jika hilang atau tertutup akalnya maka batal wudhu’nya. Karena dimungkinkan keluar hadas dan dia tidak tahu. Adapun tidur yang sedikit maka hal ini tidak membatalkan wudhu’.  Dahulu para sahabat sering tertimpa kantuk saat mereka menunggu sholat [4]. Yang membatalkan wudhu’ adalah tidur yang pulas (sebagai bentuk menjama’ dalil-dalil yang ada).

 

[3]    Makan daging onta

Termasuk hal yang membatalkan wudhu’ adalah makan daging onta baik sedikit maupun banyak berdasar hadits Rasulullah [5].

Ada beberapa perkara yang ulama’ khilaf di dalamnya, apakah membatalkan wudhu atau tidak. Seperti memegang kemaluan, menyentuh wanita dengan syahwat, memandikan mayit, dan murtad dari agama islam. Sebagian mengatakan semua hal tersebut membatalkan, sebagian mengatakan tidak. Andai berwudhu dari hal-hal tersebut agar keluar dari khilaf maka hal ini adalah lebih baik.

Ragu batal atau belum?

Rasulullah bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian mendapatkan di perutnya ada sesuatu lalu ragu apakah ada yang keluar atau tidak maka jangan keluar dari masjid sampai mendengar suara atau mencium bau.”[6]

Jika seseorang yakin telah bersuci lalu ragu-ragu apakah batal atau belum maka secara asal dia masih dalam kondisi suci. Hal ini sesuai dengan kaidah “Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keraguan”.

Semoga bermanfaat. Semoga Allah memberi taufiq kita semua diatas ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.

Diterjemahkan dan diringkas dari kitab Mulakhosh Fiqhy karya Syaikh Saleh Al Fauzan hafidzahullah ta’ala.

Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh 6/4/2013.

www.ukhuwahislamiah.com

Notes:

[1]    lihat Al Auwsath 1/134

[2]    HR Abu Dawud (286), Nasa’I (360), Daruquthniy (778) dan berkata sanadnya semuanya tsiqah

[3]    HR Bukhari (137), Muslim (361) dari hadits Abdullah bin Zaid. Diriwayatkan oleh Muslim juga dari hadits Abu Huroiroh (362)

[4]    HR Muslim (376) dari hadits Anas

[5]    HR Muslim (360) dari hadits Jabir bin Samurah. Dan juga hadits lain yang semakna yang diriwayatkan dari Bara’ bin Azib diriwayatkan oleh Ahmad (18495), Abu dawud (184), Tirmidzi (81), Ibnu Majah (494)

[6]    HR Bukhari (137), Muslim (361) dari hadits Abdullah bin Zaid. Diriwayatkan oleh Muslim juga dari hadits Abu Huroiroh (362)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here