Penjelasan Singkat Tentang Riba

0
4283

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah pada Nabi kita Muhammad, keluarga, sahabat serta pengikutnya.

Hukum riba

Riba diharamkan dalam syariat Islam dan juga syariat sebelumnya. Allah memberi ancaman yang begitu keras bagi pelaku riba. Diantaranya Allah berfirman:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.”  (QS Al Baqarah: 275)

Masih kelanjutan ayat diatas, Allah dengan jelas menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba:

وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Kemudian Allah memberi ancaman neraka bagi orang yang telah mengetahui keharaman riba tetapi tetap melakukannya:

وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;  mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah: 275)

Rasulullah juga memberi acaman keras bagi pelaku riba. Bahkan beliau mengabarkan bahwa riba termasuk salah satu dosa besar yang membinasakan [HR Bukhari (2766) dan Muslim (89)]. Rasulullah melaknat pelaku riba. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), pemberi riba, penulis transaksi riba dan kedua saksinya.” [HR Muslim (1598)]

 

Hikmah diharamkannya riba

Riba sangat diharamkan karena kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan sangat besar. Riba termasuk bentuk memakan harta orang lain tanpa hak. Riba menyebabkan kesengsaraan bagi orang yang miskin dan membutuhkan. Bahkan bisa menyebabkan hutang mereka semakin menumpuk karena tidak mampu membayar tepat waktu. Riba menutup pintu untuk saling membantu dan memberi pinjaman dengan cara yang baik. Orang menjadi tidak mau meminjami kecuali dengan mengambil riba atau keuntungan.  Riba menyebabkan terpuruknya ekonomi, perdagangan, perindustrian dan lainnya. Orang (rentenir) semakin malas berkerja karena ia bisa mendapatkan uang tanpa harus bersusah payah.

Macam riba

Riba terbagi menjadi dua bagian: riba nasi’ah dan riba fadhlRiba nasi’ah diambil dari kata an-nas’u, yang artinya pengakhiran atau penundaan.  Riba nasi’ah ini ada dua jenis, yang pertama riba karena penundaan hutang (ini adalah riba jahiliyah) misal seseorang tidak mampu bayar hutang pada tempo yang ditetapkan maka dikenai denda. Jenis kedua dari riba nasi’ah adalah transaksi yang tidak tunai untuk barang-barang ribawi jika diperjual belikan sesama jenis (seperti emas dengan emas) atau berbeda jenis tetapi sama ‘illah (sebab) ribanya (seperti emas dengan perak).

Jenis riba yang kedua adalah riba fadhl, diambil dari kata-kata al-fadhl yang artinya adalah kelebihan. Syariat Islam dengan tegas melarang adanya kelebihan (perbedaan) atas enam barang ribawi jika diperjual-belikan sesama jenisnya. Keenam barang ribawi tersebut adalah: emas, perak, bur (gandum), sya’ir (gandum yag kasar), kurma dan garam. Diriwayatkan dari Ubadah bin Shomith radhiyallahu ‘anhu secara marfu, Rasulullah bersabda :

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ، فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ، إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (gandum kasar) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (jika diperjualbelikan) maka harus sama ukuran dan takarannya serta tunai. Jika jenisnya berlainan maka jualah sesuai kemauan kalian asalkan dengan tunai.” [HR Muslim (1587)]

Diqiyaskan pada enam barang diatas barang-barang yang memiliki ‘illah (sebab) riba yang sama. Ulama’ berbeda pendapat dalam masalah ‘illah riba. Yang shahih illah riba untuk emas dan perak adalah karena sebagai alat tukar. Sehingga diqiyaskan pada keduanya seluruh yang dipakai sebagai alat tukar seperti mata uang yang dipakai pada zaman sekarang ini (seperti riyal Saudi, dollar).  Adapun illah riba untuk gandum, sya’ir, kurma dan garam adalah bahan makanan yang ditimbang atau ditakar.

Aturan secara ringkas: Jika barang-barang ribawi tersebut ditukar sejenisnya (misal emas dengan emas, riyal dengan riyal) maka harus sama dan tunai. Jika ditukar berlainan jenis tetapi illahnya sama (seperti emas dengan perak, riyal dengan dollar) maka boleh ada perbedaan tetapi harus tunai. Jika berbeda illahnya maka boleh ada perbedaan dan boleh tidak tunai (seperti membeli gandum dengan uang).

Contoh muammalah ribawi

Dengan berkembangnya zaman, semakin banyak jenis transaksi muammalah yang dilakukan manusia. Banyak transaksi yang mengandung riba yang mana mungkin sebagian orang tidak mengetahuinya. Berikut ini diantara bentuk transaksi ribawi:

  • Denda karena keterlambatan bayar hutang. Ini adalah riba jahiliyah yang masih tetap ada sampai saat ini. Dalam banyak ayat al Qur’an Allah mengacam keras pelaku riba ini (Misal lihat QS Al Baqarah 278-280).
  • Pinjaman dengan bunga. Misal seseorang meminjam modal 100 juta, kemudian mengembalikan 110 juta dalam tempo satu tahun.
  • Tabungan dengan bunga seperti yang banyak dilakukan bank konvensional.
  • Jual beli ‘inah, yaitu menjual barang pada seseorang secara tidak tunai kemudian membelinya kembali secara tunai dengan harga yang lebih rendah. Jual beli ini sebenarnya tujuannya untuk mengakali riba.

Masih banyak transaksi lain yang mengandung riba. Hendaknya kita tidak melakukan transaksi kecuali setelah yakin transaksi tersebut terhindar dari riba. Hendaknya bertanya kepada ahli ilmu jika tidak mengetahui. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat, sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad.

Tulisan ini kami ringkas dari kitab Mulakhos Fiqhy karya Syaikh Dr. Shaleh Al Fauzan, hafidzahullah ta’ala.

Selesai ditulis di Riyadh, 8 Muharram 1437H.

Abu Zakariya Sutrisno

Artikel: www.ukhuwahislamiah.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here