TAWAKAL DAN IKHTIAR

1
61554

Bertawakal sepenuhnya kepada Allah dan berikhtiar (berusaha) semaksimal mungkin adalah satu prinsip hidup utama yang harus dipegang seorang muslim. Jika mengimani dan meyakini bahwa Allah yang metakdirkan segala sesuatu maka sudah semestinya bertawakal kepada Allah semata. Bukan bersandar pada diri sendiri, bersandar pada usaha yang lakukan atau bersandar pada makhluk lainnya yang sama-sama lemah.  Allah ta’ala berfirman,

وَعَلَى اللّهِ فَتَوَكَّلُواْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al Ma’idah: 23)

Namun perlu difahami bahwa tawakal yang benar adalah tawakal yang disertai dengan ikhtiar (usaha). Telah menjadi sunnatullah bahwa segala sesuatu memiliki sebab dan akibat. Tidak benar jika ada orang yang mengatakan bertawakal kemudian berpangku tangan dan meninggalkan sebab atau ikhtiar. Pada hakekatnya orang yang seperti ini bukan orang yang bertawakal, tetapi seorang pemalas. Allah memerintahkan bertawakal dan Allah juga yang memerintahkan untuk mengambil sebab. Allah tidak akan mengubah keadaan seseorang atau suatu kaum jika mereka tidak berusaha mengubahnya sendiri. Allah berfirman,

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar Ra’du: 11)

 

Bertawakal sepenuhnya kepada Allah

Seorang muslim yang benar-benar bertawakal kepada Allah maka hidupnya akan tenang. Dia yakin Allah pasti akan menolong dan memberinya jalan keluar atas segala urusan yang dia hadapi. Allah ta’ala berfirman,

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً

Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Thalaq: 3)

Orang yang bertawakal sepenuhnya kepada Allah tidak akan kecewa. Sebaliknya, orang yang bersandar pada kemampuan dirinya sendiri atau bersandar pada makhluk yang lainnya maka bisa jadi ia akan selalu menghadapi kekecewaan karena mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya pasti Allah akan mencukupi rezekinya. Tetapi tentu perlu diiringi ikhtiar sebagaimana Allah perintahkan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya pasti Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Keluar diwaktu pagi dalam keadaan lapar kemudian pulang dalam kondisi kenyang.” (HR. Tirmidzi no. 2344. Dishahihkan Albani)

Orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah menunjukkan kuatnya imannya pada Allah. Dia benar-benar mengimani dan meyakini qudrah (kemampuan) Allah atas segala sesuatu. Dia juga yakin akan janji Allah untuk menolong hamba-hambaNya. Tawakal adalah bagian atau tingkatan keimanan yang sangat agung. Bahkan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang masyhur, tawakal adalah salah satu sifat orang yang masuk surga tanpa hisab tanpa adzab. Rasulullah bersabda saat mensifati 70 ribu dari umatnya yang akan masuk surga tanpa hisab tanpa adzab, “Mereka itu adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta dikai (diobati dengan besi panas), tidak bertathoyyur (merasa sial), dan hanya kepada Tuhanya bertawakal.” (HR. Bukhari no. 5705 dan Muslim no. 220)

 

Maksimal dalam berikhtiar dan bersikap mandiri

Seorang muslim harus berikhtiar yang semaksimal mungkin dalam seluruh urusannya. Serta sebisa mungkin harus berusaha mandiri dalam hidupnya. Tidak boleh merasa lemah atau bahkan bersikap malas dan menggantungkan pada orang lain. Bahkan kalau mampu hendaknya dia membantu yang lainnya, bukan malah menjadi beban. Rasulullah bersabda,

اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُّفْلَى، فَاليَدُ العُلْيَا: هِيَ المُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى: هِيَ السَّائِلَةُ

Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah. Tangan diatas yaitu pemberi, sedang tangan dibawah yaitu peminta.” (HR. Bukhari no. 1429 dan Muslim no. 1033)

Orang yang mandiri akan merasakan kebahagiaan dan kemuliaan dalam hidup. Dulu para salafushshalih jika mereka berkendaraan lalu kemudian tali atau tongkatnya jatuh mereka turun sendiri untuk mengambil, mereka tidak minta tolong orang lain untuk mengambilkan. Seorang muslim harus berusaha mandiri dan tidak menggantungkan pada orang lain selama dirinya mampu.  Betapa indah pesan dan nasehat yang disampaikan Rasulullah,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ

Mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah dari mukmin yang lemah, pada keduanya ada kebaikan, bersemangatlah kamu terhadap apa-apa yang bermanfaat bagi kamu, dan mohonlah pertolongan pada Allah dan jangan merasa lemah!” (HR. Muslim no. 2664)

Tulisan ini banyak mengambil faedah dari kitab Minhajul Muslim karya syaikh Abu Bakar Jazairiy rahimahullah.

Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 24/12/1437H


| Web:Ukhuwahislamiah.com | FB:Ukhuwah Islamiah | Twitter:@ukhuwah_islamia |

 

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here